Fungsi Pajak, Teori yang Mendukung, dan Jenis-Jenis Pajak

Fungsi Pajak, Teori yang Mendukung, dan Jenis-Jenis Pajak. Apa sih Pajak itu? Apa saja fungsinya? Ada berapa jenis-jenis pajak? Dan Teori apa saja yang mendukung pemungutan pajak?

Sebelumnya kita telah membahas materi Pengertian Pajak, Hukum Pajak, dan Pungutan Lain Selain Pajak. Kali ini kita akan membahas mengenai Apa saja Fungsi Pajak, Teori yang mendukung pemungutan pajak, dan Jenis-jenis pajak.

Artikel Perpajakan lain bisa kalian akses disini.

Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu negara. Pajak antara lain memiliki fungsi sebagai berikut ini:

1 – Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak memiliki fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.

Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan dari berbagai jenis pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.

2 – Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak memiliki fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai beberapa tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Berikut ini beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi untuk mengatur.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi penyerahan barang yang tergolong mewah. Semakin mewah suatu barang, maka tarif pajaknya akan semakin tinggi pula, sehingga barang tersebut harganya pun akan semakin mahal. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

Tarif pajak ekspor sebesar 0%. Hal ini dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga memperbesar devisa negara.

Pengenaan pajak 0,5% bersifat final untuk kegiatan usaha dan batasan peredaran usaha tertentu (biasanya untuk UMKM), dimaksudkan untuk menyederhanakan perhitungan pajak.

Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu, seperti industri kertas, industri semen, industri baja, dan lain-lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat menggangu lingkungan atau menyebabkan polusi (membahayakan kesehatan).

Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang mendapatkan penghasilan yang tinggi memberikan kontribusi atau membayar pajak yang tinggi pula sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar mau menanamkan modalnya di Indonesia.

3 – Fungsi Redistribusi

Dalam fungsi ini lebih ditekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tariff dalam pengenaan pajak dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat penghasilan yang lebih tinggi.

4 – Fungsi Demokrasi

Pajak dalam fungsi demokrasi adalah wujud dari sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat dalam pembayaran pajak.

Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Berikut ini adalah beberapa teori yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.

1 – Teori Asuransi

Teori ini mnyatakan bahwa negara memiliki tugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi keamanan dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Seperti halnya dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan, untuk melindungi orang dan kepentingannya diperlukan pembayaran premi.

Dalam hubungan negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang dianggap sebagai premi tersebut. Jika sewaktu-waktu terdapat peristiwa/perbuatan yang menimbulkan pajak, maka pajak tersebut harus dibayar oleh masing-masing individu atau wajib pajak.

Meskipun teori ini hanyalah sekedar untuk memberi dasar hukum kepada pemungut pajak, beberapa pakar ada yang menentang teori ini. Mereka berpendapat bahwa perbandingan antara pajak dan perusahaan asuransi tidak tepat karena:

Jika timbul adanya kerugian, tidak ada penggantian secara langsung dari negara dan
Antara pembayaran jumlah pajak dan jasa yang diberikan oleh negara kepada wajib pajak tidak terdapat hubungan langsung.

2 – Teori Kepentingan

Teori ini awalnya hanya memperhatikan berapa pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk suatu negara. Pembagian beban ini harus didasarkan kepada kepentingan masing-masing orang dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk dalam perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta dengan harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika biaya-biaya yang dikeluarkan oelh negara akan dibebankan kepada mereka.

3 – Teori Gaya Pikul

Teori menyatakan bahwa dasar keadilan dari pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yatiu berupa perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.

Untuk kepentingan tersebut, diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang untuk mendapatkan perlindungan tersebut, yaitu dalam bentuk pajak.

Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwa pajak harus sama berat untuk setiap orangnya. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul dari seseorang tersebut.

Gaya pikul seseorang dapat diukur dengan besarnya penghasilan dan memperhitungkan besarnya pembelanjaan atau pengeluaran seseorang. Dalam pajak penghasilan (PPh) untuk wajib pajak orang pribadi, gaya pikul untuk pembelanjaan atau pengeluaran dinyatakan dengan sejumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.

Contohnya Tuan Babar (tidak kawin) dan Tuan Haha (kawin, anak 2 – K/2) mempunyai penghasilan yang sama, maka beban pajak dari Tuan Babar lebih besar daripada Tuan Haha karena gaya pikul (pembelanjaan/pengeluaran) dari Tuan Babar lebih kecil daripada Tuan Haha.

4 – Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan rakyatnya, teori ini didasarkan pada paham Organische Staatsleer.

Paham ini mengajarkan bahwa dikarenakan sifat dari suatu negara, timbul hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidak aka nada individu.

Oleh karena itu persekutuan (yang menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lainnya. Pada akhirnya, setiap orang menyadari bahwa telah menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran pajak.

5 – Teori Asas Gaya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak, tetapi hanya melihat pada efeknya dan memandang efek tersebut sebagai dasar dari keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya kea rah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakatlah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak.

Jenis-Jenis Pajak

Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pembagian berdasarkan golongan, pembagian berdasarkan sifat, dan pembagian berdasarkan pemungutnya.

Berdasarkan Golongan

Berdasarkan golongannya pajak dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1 – Pajak Langsung

Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan ataupun dibebankan kepada pihak lain atau orang lain. Pajak Langsung ini harus menjadi beban dari wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penghasilan ditanggung atau dibayar oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

2 – Pajak Tidak Langsung

Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak ketiga atau orang lain. Pajak tidak langsung ini akan terjadi jika terdapat suatu kegiatanperbuatan, atau peristiwa yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi pada penyerahan barang dan jasa.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap suatu barang atau jasa. Pajak ini akan dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan kedalam harga jual barang atau jasa).

Cara menentukan apakah suatu pajak termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam artian ekonomis, yaitu dengan cara melihat pada ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya. Berikut ini adalah ketiga unsur tersebut.

Penanggung jawab pajak adalah orang yang secara formal yuridis harus melunasi pajaknya.
Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban pajaknya.
Pemikul pajak adalah orang yang berdasarkan undang-undang harus dibebani pajak.

Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang, maka pajak tersebut disebut dengan Pajak Langsung. Jika ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang, maka pajaknya disebut Pajak Tidak Langsung.

Berdasarkan Sifat

Berdasarkan sifatmya pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1 – Pajak Subjektif

Pajak Subjektif, yaitu pengenaan pajak yang memperhatikan keadaaan dari subjeknya atau pajak yang pengenaannya dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat Subjek Pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak, yang dimaksud keadaan pribadi wajib pajak adalah status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya. Keadaan pribadi wajib pajak ini selanjutnya akan digunakan untuk menentukan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2 – Pajak Objektif

Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan objeknya, baik berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban untuk membayar pajak, tanpa harus memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak atau wajib pajak, tetapi hanya memperhatikan objeknya saja. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Berdasarkan Lembaga Pemungut

Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua. Berikut penjelasannya.

1 – Pajak Pusat (Pajak Negara)

Pajak Pusat (Pajak Negara), yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: PPN, PPh, dan PPn-BM.

2 – Pajak Daerah

Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik oleh daerah tingkat I (Pajak Provinsi) maupun daerah tingkat II (Pajak Kabupaten/Kota), dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Contoh: Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan.

Pajak Provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Permukaan Air.

Pajak Kabupaten/Kota meliputi Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan, serta Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.

Jadi, sudah tau kan Fungsi, Teori yang mendukung, dan jenis-jenis pajak, kalau ada yang ingin ditanyakan bisa hubungi instagram atau facebook kami.